MODEL KONSEPTUAL KEPERAWATAN
SISTER CALISTA ROY
DISUSUN OLEH :
Qurotul A'yun,S.Kep.,Ns
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
S U R A B A Y A
2 0 14
B A B I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang.
Seiring dengan perkembangan jaman, manusia senantiasa berusaha untuk meningkatkan derajat kesehatannya secara dominan. Hal ini terbukti dengan pesatnya kemajuan IPTEK di bidang kesehatan dalam rangka memecahkan masalah kesehatan yang dihadapi oleh penduduk dunia. Dan seiring itu system pelayanan keperawatan di berbagai negara maju dan negara berkembang juga mengalami kemajuan/perubahan.
Isitilah proses keperawatan dan kerangka kerjanya relatif baru. Pada tahun 1955 Hall memulai istilah proses keperawatan dan sejak itulah para ilmuwan keperawatan menguraikan proses keperawatan secara ilmiah dengan berbagai pendapat. Weiden Bach pada tahun 1963 menguraikan asuhan keperawatan menjadi 3 tahap yang meliputi observasi, bantuan untuk pertolongan dan validasi. Later Knowles (1967) mengatakan bahwa dalam praktek keperawatan menganjurkan 5 D yaitu discover (menemukan), delve (menyelidiki), decide (memutuskan), do (melaksanakan) dan discriminate (membedakan).
Selanjutnya Gabbie dan Lavin (1975) mengemukakan bahwa esensi dari model - model keperawatan yang ada menggambarkan 4 konsep yang sama yaitu :
1.
Orang yang menerima asuhan keperawatan.
2.
Lingkungan (masyarakat).
3.
Kesehatan (sehat/sakit, kesehatan dan penyakit).
4.
Keperawatan dan perawat (tujuan/sasaran, peran dan fungsi).
Melihat gambaran di atas Penulis mencoba menganalisa dan mengaplikasikan model konsep keperawatan yang dikemukakan oleh Sister Calista Roy (stress dan adaptasi Roy) ke dalam system pelayanan keperawatan di Indonesia.
B.
Masalah.
Dengan adanya ragam model model keperawatan dan dari masing – masing model konseptual tersebut mempunyai gambaran inti yang sama (Gabbie & Lavin, 1975), maka untuk mengaplikasikan model konsep keperawatan menurut Sister Calista Roy ke dalam system pelayanan keperawatan di Indonesia, muncul berbagai masalah antara lain :
1.
Bagaimana cara menerapkan model konseptual secara optimal terhadap kasus penyakit yang dialami oleh penderita?
2.
Bagaimana strategi yang digunakan oleh perawat dengan adanya ragam kultur/budaya masyarakat Indonesia?
3.
Bagaimana peranan perawat, mengingat secara ratio antara jumlah peawat dengan pasien di lapangan masih belum seimbang?
C.
Tujuan.
1.
Tujuan Umum.
Perawat Indonesia dapat menerapkan model konseptual keperawatan Sister Calista Roy yang menggunakan pendekatan metode ilmiah dalam system pelayanan kesehatan.
2.
Tujuan khusus.
a.
Mampu menyelaraskan dan mendefinisikan model konseptual Sister
Calista Roy.
b.
Mampu memahami konsep dasar/asumsi dasar dalam model
konseptual stress dan adaptasi Roy.
c.
Mampu menjelaskan komponen – komponen model konsep
keperawatan Sister Calista Roy.
d.
Mampu menjelaskan karakteristik model konsep keperawatan Sister
Calista Roy.
e.
Mampu menjelaskan hubungan model konsep keperawatan Sister
Calista Roy dengan proses keperawatan yang ada di Indonesia.
B A B II
TINJAUAN TEORI
A.
Dasar Pengembangan Teori.
1.
Filosofi
Sister Calista Roy mengembangkan model adaptasi dalam keperawatan pada tahun 1964. Model ini banyak digunakan sebagai falsafah dasar dan model konsep dalam pendidikan keperawatan. Model adaptasi Roy adalah system model yang esensial dalam keperawatan. Roy menjelaskan bahwa manusia adalah makhluk biopsikososial sebagai satu kesatuan yang utuh. Dalam memenuhi kebutuhan manusia selalu dihadapkan berbagai persoalan yang kompleks. Dalam menghadapi persoalan tersebut Roy mengemukakan teori adaptasi. Penggunaan koping atau mekanisme pertahanan diri, berespon melakukan peran dan fungsi secara optimal untuk memelihara integritas diri dari keadaan rentang sehat sakit dari keadaan lingkungan sekitarnya. Jadi ada 5 faktor penting dari Roy adalah manusia, sehat, sakit, lingkungan dan keperawatan yang saling terkait.
2.
Asumsi Dasar.
Asumsi adalah pernyataan dari fakta – fakta atau anggapan yang diterima sebagai dasar teori untuk konsep – konsep dari disiplin ilmu tertentu. Beberapa model keperawatan menggambarkan asumsi dari adaptasi teori – teori yang lainnya dari system teori yang lain (teori system, teori adaptasi Nelsen dan fisiologi dari nilai – nilai manusia).
3.
Pola Pengembangan Ilmu.
Pola pengembangan ilmu keperawatan adalah yang terkait dengan keputusan – keputusan tentang komponen – komponen ilmu, filosofi tidak didasarkan terhadap hal yang bersifat empiris, suatu keyakinan, merupakan suatu pertanyaan yang terkait terhadap praktek keperawatan dana mempengaruhi filosofi disiplin ilmu.
Model konsep Calista Roy didasarkan pada model adaptasi. Modelnya merupakan contoh yang baik bagaimana ilmu itu diambil menjadi hal yang unik dalam keperawatan. Hal ini merupakan kombinasi pemikiran yang ditarik secara divergen seperti system. Stress dan adaptasi menurut Roy, keberadaan manusia merupakan kumpulan biopsikososial yang berada di dalam lingkungan.
Vocal residual, conceptual. Rangsangan pada manusia dan bersifat utuh dan menimbulkan keutuhan – keutuhan yang terkait dengan model adaptasi yang meliputi kebutuhan fisiologis, peran, fungsi dan interdependen melalui 2 mekanisme adaptasi yaitu regulator dan cognator individu dapat menunjukkan respon adaptasi yang berhasil dan gagal (respon tidak efektif yang membutuhkan intervensi keperawatan).
Penekanan model Roy dikaitkan dengan kerja yang berkelanjutan, dilanjutkannya ke pendidikan praktek dan penelitian serta diteruskan ke perubahan – perubahan dalam model – model untuk memaksimalkan kejadian empiris. Model Roy merupakan suatu system.
B.
Komponen Model.
Roy dalam menyusun model konseptualnya didasari atas nilai – nilai sebagai berikut :
1.
Manusia.
Roy memandang manusia sebagai makhluk biopsikososial yang holistic dalam segenap aspek individu dengan bagian – bagiannya berperan bersama membentuk kesatuan ditambah manusia sebagai system yang berada dalam interaksi yang konstan dengan lingkungan antara system dan lingkungan terjadi pertukaran informasi, materi dan energi.
Ini menunjukkan system – system kehidupan sebagai system yang terbuka. Sel adalah system kehidupan terbuka. Sel mempunyai substansi yang harus mempertahankan dalam usaha memperbanyak diri. Keterbukaan system selanjutnya menunjukkan pertukaran yang konstan dari informasi, materi dan energi antara system dan lingkungan. Interaksi ini juga diterapkan pada manusia. Interaksi konstan manusia dengan lingkungannya ditandai oleh perubahan – perubahan interna dan eksterna, selanjutnya perubahan ini mengharuskan manusia mempertahankan integritasnya yaitu adaptasi terus menerus. Diagram di bawah digunakan Roy untuk menggambarkan system adaptasi manusia.
Roy mengidentifikasi input sebagai stimulus. Stimulus ini adalah unit dari informasi materi atau energi dari lingkungan atau dirinya sebagai respon. Seiring dengan stimulus, tingkat adaptasi manusia berperan sebagai system adaptasi. Tingkat adaptasi adalah jangkauan stimulus manusia yang dapat mengadaptasikan responnya dengan usaha yang wajar.
Gambaran dari manusia sebagai system adalah tingkah laku interna maupun eksterna. Selanjutnya adaptasi manusia tersebut dapat diukur, diamamti keluhan – keluhan subyektif yang merupakan umpan balik dari system ini. Roy mengkategorikan hasil system sebagai respon adaptaif dan inefektif. Respon adaptif adalah semua yang mengacu pada integritas manusia yaitu semua tingkah laku yang tampak ketika manusia dapat mengerti tentang tujuan hidup, tumbuh, produksi dan kekuasaan.
Roy menggunakan isitilah mekanisme koping untuk menjelaskan proses pengendalian manusia sebagai system adaptasi. Roy menggunakan mekanisme yang disebut regulator dan cognator sebagai sustu system dari system adaptasi.
Subsistem regulator mempunyai komponen sistm input, proses dan ouput. Stimulus output mungkin berasal dari dalam manusia. Penghubung – penghubung system regulator adalah kimia, neural atau endokrin. Respon otonomi yang merupakan respon – respon saraf bagian otak dan spinal dihasilkan sebagai output. Tingkah laku dalam subsistem regulator, jaringan dan organ target dibawah kontrol endokrin juga menghasilkan tingkah laku regulator. Akhirnya Roy menunjukkan respon psikomotor dari system saraf pusat sebagai pusat system regulator.
Sub system yang lain adalah sub sistem cognator. Rangsangan ke subsistem cognator juga berasal dari luar dan dalam. Ouput dari subsistem regulator dapat diumpan balik merangsang subsistem cognator. Proses – proses pengendalian cognator dihubungkan ke fungsi yang lebih tinggi dari otak yaitu persepsi atau pengolah informasi yang berhubungan dengan proses interna dari perhatian yang dipilih, ditunjukkan dan ingatan. Pemecahan masalah dan pembuatan keputusan adalah proses mencari bentuk.
Dalam mempertahankan integritas manusia, regulator dan cognator sering dianggap berperan bersama – sama. Tingkat adaptasi dari system manusia dipengaruhi oleh pertumbuhan individu dan pemakaian dari mekanisme koping. Dalam gambaran lebih lanjut tentang proses interna manusia sebagai subsistem adaptasi, Roy menjelaskan system efektor atau model adaptasi yang terdiri dari 4 efektor :
a.
Model adaptasi fisiologis, terdiri dari :
-
oksigenasi
-
nutrisi
-
eliminasi
-
aktivitas dan istirahat
-
sensori
-
cairan dan elektrolit
-
integritas kulit
-
fungsi saraf
-
fungsi endokrin dan reproduksi
b.
Konsep diri.
Menunjukkan pada nilai, kepercayaan, emosi, cita – cita serta perhatian yang diberikan untuk mengetahui keadaan fisik sendiri.
c.
Fungsi peran.
Menggambarkan hubungan interaksi perorangan dengan orang lain yang tercermin pada peran pertama, kedua dan seterusnya.
d.
Model ketergantungan.
Mengidentifikasi nilai manusia, cinta dan keseriusan. Proses ini terjadi dalam hubungan antar manusia dengan individu dan kelompok.
2.
Tujuan Keperawatan.
Roy mendefinisikan tujuan keperawatan sebagai peningkatan dari respon adaptasi keempat model adaptasi. Kondisi seseorang ditentukan oleh tingkat adaptasinya, apakah berespon secara positif terhadap rangsang interna atau eksterna. Tingkat adaptasi ditentukan oleh besarnya rangsangan baik fokal, kontekstual maupun residual. Yang dimaksud dengan tiga rangsang tersebut adalah :
a.
Fokal stimuli
Rangsangan yang segera dihadapi oleh manusia dan merupakan tingkatan yang paling tinggi dari perubahan atau kelainan.
b.
Kontekstual stimuli
Semua rangsangan dari manusia baik interna maupun eksterna dapat diamati, diukur atau subyektifitasnya yang dilaporkan secara obyektif oleh pasien.
c.
Residual stimuli.
Rangsangan yang membentuk karakteristik dari seseorang sesuai dengan stuasi atau tidak, hal ini sulit untuk dimulai.
3.
Konsep kesehatan.
Roy mengidentifikasi sebagai status dan proses dari keadaan yang digabungkan dari manusia yang diekspresikan sebagai kemampuan untuk menentukan tujuan hidup, berkembang, tumbuh dan produksi serta memimpin.
4.
Konsep lingkungan.
Roy mendefinisikan keadaan lingkungan secara khusus yaitu semua keadaan, kondisi dan pengaruh dari sekeliling dan perasaan lingkungan serta tingkah laku individu dan kelompok.
5.
Arah tindakan.
Aktivitas perawatan direncanakan oleh model sebagai peningkatan respon adaptasi atas situasi sehat atau sakit. Sebagai batasan adalah pendekatan yang merupakan tindakan perawat memanipulasi stimuli fokal, kontekstual dan residual yang menyimpang pada manusia. Rangsangan fokal dapat dirubah tetapi perawat dapat meningkatkan respon adaptasi dengan memanipulasi rangsangan kontekstual dan residual. Perawat dapat mengantisipasi kemungkinan respon sekunder yang tidak efektif pada rangsangan yang sama pada keadaan tertentu. Perawat juga dapat menyiapkan manusia untuk diantisipasi dengan memperkuat regulator, cognator dan mekanisme koping.
B A B III
PROSES KEPERAWATAN
Sebagai dasar dalam melaksanakan proses keperawatan, Roy berpendapat bahwa pasien harus dipandang sebagai manusia yang utuh (pandangan yang menyeluruh) baik dari aspek biologis, psikologis dan spiritual. Di samping itu pasien pun harus dipandang sebagai suatu system yang dapat hidup melalui interaksi yang konstan dengan lingkungannya.
A.
Hubungan Teori Roy dengan Proses Keperawatan.
Model adaptasi Roy menawarkan standar untuk mengembangkan atau melaksanakan proses keperawatan melalui elemen – elemen Roy meliputi :
1.
Pengkajian tingkat pertama (I).
Tahap ini ditujukan untuk menentukan sekumpulan tingkah laku sebagai system adaptasi yamg berhubungan dengan empat model adaptasi melalui pendekatan yang sistematis dan menyeluruh (holistic) kemudian perawat mengklarifikasi menjadi fokus pembahasan/penanganan.
2.
Pengkajian tingkat kedua (II).
Sebagai kelanjutan dari pengkajian tingkat pertama, perawat menganalisa masalah – masalah keperawatan yang muncul dari gambaran tingkah laku klien sebagai respon yang tidak spesifik atau mengidentifikasi respon yang adaptif setelah diberi dorongan oleh perawat. Hal lain yang menjadi perhatian perawat pada tahap ini adalah mengumpulkan data tentang rangsangan kontekstual dan residual yang menyimpang kemudian mengklarifikasikan tentang etiologi masalah yang muncul tersebut.
3.
Perumusan diagnosa keperawatan
Roy menganalisa tiga metode pembuatan diagnosa keperawatan dengan cara sebagai berikut : (a) memakai tipologi diagnosa yang dikembangkan oleh Roy dan dihubungkan dengan empat model adaptasi dari Roy, (b) merumuskan diagnosa dengan mengobservasi tingkah laku sepanjang rangsangan masih berpengaruh, (c) kesimpulan satu atau lebih model adaptasi yang berhubungan dengan respon yang sama.
4.
Penentuan tujuan keperawatan.
Tujuan adalah akhir tngkah laku pasien yang akan dicapai. Hal tersebut tergambar dalam tingkah laku pasien yang menunjukkan resolusi dari masalah adaptasi. Tujuan jangka panjang menggambarkan akhir dari masalah adaptasi dan kemungkinan kemampuan pada tujuan lain (hidup, tumbuh, reproduksi, dan kekuasaan). Tujuan jangka pendek merupakan tujuan yang diharapkan dari tingkah laku klien setelah memanipulasi penyebabnya, pendorong dan rangsangan sisa seperti keadaan tingkah laku klien yang menunjukkan koping – koping cognator dan regulator. Tujuan ini sebaiknya dibuat sesuai kemampuan klien.
5.
Intervensi keperawatan.
Pelaksanaan perawatan direncanakan dengan tujuan mengubah atau memanipulasi stimuli foka,l, kontekstual dan residual. Intervensi mungkin juga difokuskan pada kemampuan koping individu atau zone adaptasi sehingga seluruh rangsangan sesuai dengan kemampuan individu untuk beradaptasi.
6.
Evaluasi.
Proses keperawatan dilengkapi dengan evaluasi, tujuan tingkah laku dibandingkan dengan tingkah laku keluaran seseorang. Penyusunan kembali terhadap tujuan dan intervensi berdasarkan evaluasi data.
B.
Hubungan Teori dan Praktek Keperawatan.
Menurut Roy proses keperawatan meliputi pengkajian pertama, pengkajian kedua, diagnosa keperawatan, intervensi, implementasi dan evaluasi. Jadi antara teori dan praktek keperawatan ada hubungannya yang akan kita bahas di bawah ini.
1.
Physiologic mode.
a.
Oksigenasi (oxygenation).
-
kekurangan oksigen (hypoxia)
-
shock
-
kelebihan oksigen (overload)
b.
Kebutuhan nutrisi (nutrition).
-
kekurangan nutrisi (malnutrition).
-
mual – mual (nausea).
-
muntah (vomiting)
c.
Eliminasi (elimination)
-
konstipasi (constipation)
-
diare (diarrhea)
-
buang air besar tidak terasa (incontinence)
-
retensi BAK (urinary retention).
d.
Aktivitas dan istirahat (activity and rest).
-
aktivitas fisik yang tidak adekuat (inadequate physical activity).
-
potensial kerusakan jaringan
-
istirahat tidak cukup
-
tidak bisa tidur (insomnia).
-
kurang tidur (sleep deprivation)
-
istirahat yang berlebihan.
e.
Integritas kulit (skin integrity).
-
gatal (itching)
-
kulit kering (skin dry)
-
luka karena tekanan (pressure sores)
2.
Model konsep diri (self concept mode).
a.
Gambaran diri (physical self)
-
penurunan konsep seksual
-
perilaku seksual yang agresif
-
kehilangan anggota badan
b.
Konsep diri (personal self)
-
Cemas (anxiety)
-
tak berdaya (powerlessness)
-
perasaan bersalah (guilt)
-
rasa rendah diri (low self esteem)
3.
Model fungsi peran (role function mode)
a.
Transisi peran (role trantition)
b.
Kehilangan peran (role distance)
c.
Konflik peran (role conflict)
d.
Kegagalan peran (role failure).
4.
Model ketergantungan (interdependence mode).
a.
Cemas karenaa perpisahan (separation anxiety).
b.
Kesepian (loneliness).
B A B IV
PENUTUP
A.
Kesimpulan.
Setelah melakukan eksplorasi terhadap model konseptual Sister Calista Roy maka Penulis dapat membuat kesimpulan sebagai berikut :
1.
Model konseptual Sister Calista Roy menekankan pola asuhan pada adaptasi sehat atau sakit
2.
Model konseptual Sister Calista Roy terbagi dalam 5 elemen dasar yaitu manusia, tujuan perawatan, lingkungan, konsep kesehatan dan arah tindakan.
3.
Model konseptual Sister Calista Roy dalam proses keperawatan terdiri 6 elemen yaitu :
a.
Pengkajian pertama.
b.
Pengkajian kedua.
c.
Diagnosa keperawatan.
d.
Penentuan tujuan
e.
Intervensi.
f.
Evaluasi.
B.
Saran.
Setelah pelaksanaan eksplorasi model konseptual Sister Calista Roy Penulis dapat memberikan saran sebagai berikut :
1.
Model konseptual Sister Calista Roy cukup baik untuk diterapkan pada pasien yang menghadapi gangguan psikologis.
2.
Model konseptual Sister Calista Roy perlu diujicobakan pada ruang geriatric, bangsal jiwa dan bangsal umum dengan masalah psikologis.
3.
Model konseptual Sister Calista Roy mungkin perlu diujicobakan pada rumah sakit jiwa di negara Indonesia dalam rangka meningkatkan asuhan keperawatan.
DAFTAR PUSTAKA
Doenges, Marillyn E, et.al, (1989), Psychiatrics Care Plants : Guidelines for Client Care, F.A. Davis Company, Philadelphia.
Gaffar Jumadi La Ode, (1999), Pengantar Keperawaan Profesional, EGC, Jakarta.
George, Julia B, (1990), Nursing Theories : The Basic for Professional Nursing Practice, Practice Hall International Inc, New Jersey.
Gordon, Majory, (1992), Manual of Nursing Diagnosis, Mosby Years Book, St. Louis.
Henderson, Virginia, (1990), Nursing Models A Major Steps Towards : Professional Autonomy, Mosby Years Book, New York.
Mediana, Dwidiyanti, (1998), Aplikasi Model Konseptual Keperawatan, Akper Depkes, Semarang.
Komentar