Aksi nyata topik 1 : pembelajaran untuk setting pendidikan inklusif

 #GBBUDL #gtkdikmendiksus #kemdikbudristekdikti Aksi Nyata topik 1.  Pembelajaran untuk setting pendidikan inklusif. Selamat malam rekan – rekan, Bapak/Ibu Guru Hebat, dan wali siswa semua. dalam rangka memenuhi tahapan penyelesaian Bimtek Universal Design for Learning yang diselenggarakan oleh Kemdikbudristekdikti, izinkan saya membagikan pemahaman mengenai materi Konsep Dasar Pendidikan Inklusif. Apakah Bapak/Ibu atau teman - teman pernah mendengar istilah "inklusif"?.  Inklusif, atau inclusion dalam bahasa Inggris, adalah sikap mengajak masuk atau mengikutsertakan. Inklusif juga bisa memiliki arti memahami sesuai sudut pandang orang atau kelompok lain dengan latar belakang yang berbeda-beda. Lalu apa korelasi antara inklusif dengan dunia pendidikan kita? Dewasa ini sering terdengar instilah pendidikan inklusif atau pembelajaran setting pendidikan inklusif. Apa maksudnya? Pendidikan inklusif adalah pendidikan yang tidak membedakan kondisi peserta didik. Kita tentu pernah me

ASKEP masalah perilaku Qurotul A'yun

www.stikeshangtuah-sby.ac.id
ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN LANSIA DI PANTI WERDHA DENGAN MASALAH PERILAKU: obsesif-kompulsif

A.     KONSEP PANTI WERDHA
Panti sosial tresna werdha (PTS) adalah institusi yang member pelayanan dan perawatan jasmani,rohani,dan perlindungan untuk memenuhi kebutuhan lanjut usia agar dapat memiliki kehidupan secara wajar . PTS (versi depsos RI) unit pelaksana teknis (UPT) di bidang pembinaan kesejahteraan sosial lanjut usia memberi kesejahteraan sosial bagi lanjut usia berupa pemberian :
1.      Penampungan
2.      Jaminan Hidup (makanan dan pakaian)
3.      Pemeliharaan Kesehatan
4.      Pengisian waktu luang termasuk rekreasi
5.      Bimbingan sosial, mental, dan spiritual

Pelayanan diberikan dalam bentuk kegiatan, antara lain:
1.      Kegiatan rutin (harus terjadwal dari senin sampai sabtu)
a.       Pemenuhan kebutuhan makan 3 kali perhari dan kudapan 2 kali perhari
b.      Senam lansia
c.       Bimbingan ruhani atau keagamaan sesuai dengan agama atau kepercayaan lanjut usia
d.      Kerajinan tangan
e.       Menyelurkan hobi
2.      Kegiatan waktu luang
a.       Bermain (congklak, halma, catur, pingpong, poco-poco)
b.      Berpantun atau baca puisi
c.       Menonton film (video atau tv)
d.      Membaca (Koran)
e.       Olahraga (berenang, tenis lapangan, dll).
f.       Menerjemahkan artikel (dari bahasa asing ke bahasa Indonesia)

Prinsip pelayanan :
1.      Tidak member stigma (destigmatisasi). Pada dasarnya proses menua disertai dengan masalah kesepian, kurang pendengaran, kurang penglihatan, dan lemah fisik.
Hal tersebut merupakan proses alamiah dan akan terjadi pada semua orang. Kesulitan yang dihadapi terasa cukup berat bagi lansia, apalagi bila ditambah label ”lanjut usia tidak berguna lagi”.
2.      Tidak mengucilkan
3.      Lanjut usia sangat membutuhkan perhatian dan kasih sayang. Oleh karena itu jangan dikucilkan dari pergaulan sosialnya.
4.      Menghindari sifat sensitive
5.      Pemenuhan kebutuhan cara tepat
6.      Pelayanan secara komprehensif
7.      Tidak membesar-besarkan masalah
8.      Menghindari sikap belas kasihan
9.      Pelayanan yang cepat dan tepat
10.  Pelayanan yang bermutu
11.  Pelayanan yang efektif dan efisien
12.  Pelayanan yang akuntabel


Dalam memberi asuhan keperawatan, perawat di Panti Sosial  Tresna Wedha (PSTW), harus dapat berfungsi sebagai pengganti keluarga yang memberi pelayanan kesejahteraan sosial.
Pemberian asuhan kepada lanjut usia harus mengacu pada fungsi keluarga, yaitu fungsi keluarga afektif  (saling asah, asih, asuh, cinta kasih, menerima, dan menghargai) dengan mempertahankan iklim yang positif. Fungsi sosialisasi harus selalu menciptakan interaksi yang harmonis sehingga mampu berperan di PSTW. PSTW mempunyai fungsi sebagai :
1.      Pusat pelayanan kesejahteraan sosial, dengan kegiatan yang mencakup:
a.       Pemenuhan kebutuhan hidup berupa papan, pangan, dan sandang.
b.      Pemeliharaan kesehatan dan keperawatan.
c.       Pelaksanaan kegiatan dalam rangka mengisi waktu luang dengan kegiatan bermanfaat, termasuk kegiatan rekreasi.
2.      Pusat informasi usaha kesejahteraan sosial,artinya PSTW harus menyiapkan
a.       Data yang ada hubungannya dengan pembinaan usaha kesejahteraan sosial lanjut usia.
b.      Informasi tentang upaya dibidang usaha kesejahteraan sosial, khususnya kesejahteraan lansia.
3.      Pusat pengembangan usaha kesejahteraan lansia
a.       Sarana pembinaan kesejahteraan yang berdaya dan berahasil guna bagi para lansia yang tinggal dalam STW.
b.      Sarana pembinaan dalam menciptakan suasana hubungan yang serasi antar sesama penghuni dalam STW.
c.       Sarana pembinaan bimbingan keterampilan kepada lansia yang berkemampuan sesuai dengan kondisi lansia.

Pemeliharaan dan pelayanan
Sasaran upaya pelayanan kesehatan dan kesejahteraan lansia adalah:
1.      Langsung
a.       Lansia aktif
1)      Komunikasi, informasi, dan edukasi (KIE) mengenai gizi, kesehatan dan psikososial.
2)      Mempertahankan kesehatan agar tetap mandiri.
b.      Lansia pasif:
Pelayanan promotif, preventif, kuratif, rehabilitative,ASKEP, asuhan terminal,  serta asuhan paliatif
2.      Tidak langsung
a.       Keluarga lansia, masyarakat di lingkungan lansia, organisasi sosial masyarakat dan petugas PTSW.
b.      Pemeliharaan kesehatan di PTSW pada umumnya dilaksanakan oleh petugas kesehatan puskesmas secara berkala.
c.       Hanya ada PTSW yang mempunyai tenaga medis, perawat, dan fasilitas klinik/bangsal untuk memberi asuhan.
d.      Keperawatan lansia yang sakit


Pengertian Lansia
Usia lanjut dikatakan sebagai tahap akhir perkembangan pada daur kehidupan  manusia (Budi Anna Keliat, 1999). Sedangkan menurut Pasal 1 ayat (2), (3), (4) UU No. 13 Tahun 1998 tentang Kesehatan dikatakan bahwa usia lanjut adalah seseorang yang telah mencapai usia lebih dari 60 tahun.
Klasifikasi Lansia
Klasifikasi berikut ini adalah lima klasifikasi pada lansia:
1.       Pralansia (prasenilis)
Seseorang yang berusia antara 45-59
2.       Lansia
Seseorang yang berusia 60 tahun atau lebih
3.       Lansia risiko tinggi
Seseorang yang berusia 70 tahun atau lebih/seseorang yang berusia 60 tahun atau lebih dengan    masalah kesehatan (Depkes RI, 2003).
4.       Lansia potensial
Lansia yang masih mampu melakukan pekerjaan dan/atau kegiatan yang dapat menghasilkan barang/jasa (Depkes RI, 2003).
5.       Lansia tidak potensial
Lansia yang tidak berdaya mencari nafkah, sehingga hidupnya bergantung pada bantuan orang lain (Depkes RI, 2003).

Tugas Perkembangan Lansia
1. Mempersiapkan diri untuk kondisi yang menurun.
2. Mempersiapkan diri untuk pensiun.
3. Membentuk hubungan baik dengan orang seusianya.
4. Mempersiapkan kehidupan baru.
5. Melakukan penyesuaian terhadap kehidupan social/masyarakat secara santai.
6. Mempersiapkan diri untuk kematiannya dan kematian pasangan.

KONSEP PANTI WERDHA

Tujuan dan Fungsi Pelayanan
Tujuan pedoman pelayanan ini adalah member arah dan memudahkan petugas dalam memberikan pelayanan sosial, kesehatan dan perawatan lanjut usia di PSTW (Panti Sosial Tresna Werdha), serta meningkatkan mutu pelayanan bagi lanjut usia. Tujuan pelayanannya adalah:
1. Terpenuhinya kebutuhan lansia yang mencakup biologis, psikologis, sosial dan spiritual.
2. Memperpanjang usia harapan hidup dan masa produktifitas lansia.
3. Terwujudnya kesejahteraan sosial lansia yang diliputi rasa tenang, tenteram, bahagia, dan   mendekatkan diri kepada Tuhan Yang Maha Esa.

Tugas pelayanan meliputi:
1.Memberi pelayanan sosial kepada lansia yang meliputi pemenuhan kebutuhan hidup, pembinaan fisik, mental, dan sosial, member pengetahuan serta bimbingan keterampilan dalam mengisi kehidupan yang bermakna.
2.Memberi pengertian kepada keluarga lanjut usia, masyarakat untuk mau dan mampu menerima, merawat, dan memenuhi kebutuhan lansia.

Fungsi pelayanan dapat berupa pusat pelayanan sosial lanjut usia, pusat informasi pelayanan sosial lanjut usia, pusat pengembangan pelayanan sosial lanjut usia, dan pusat pemberdayaan lanjut usia.
Sasaran pelayanan ini adalah lanjut usia potensial, yaitu lanjut usia yang berusia 60 tahhun ke atas, masih mampu melakukan pekerjaan atau kegiatan yang dapat menghasilkan barang dan jasa. Lanjut usia tidak potensial adalah lanjut usia yang berusia 60 tahun  ke atas, tidak berdaya mencari nafkah sehingga hidupnya bergantung pada bantuan orang lain, keluarga lanjut usia, masyarakat, kelompok, dan organisasi sosial.

Kebutuhan Lansia

Dengan memperhatikan keanekaragaman latar belakang boipsiko-sosial dan spiritual lanjut usia, kebutuhan dan tindakan dalam pelayanan untuk lanjut usia dapat diidentifikasi. Dalam tindakan ini, petugas berkewajiban memotivasi, mengarahkan, mengajarkan, dan membantu melaksanakan kegiatan lanjut usia.

1. Kebutuhan Biologis
             a. Makan dan minum
             b. Pakaian
             c. Tempat tinggal
             d. Olahraga
             e. Istirahat/tidur
2. Kebutuhan Psikologis
             a. Sering marah
             b. Rasa aman dan tenang
             c. Ketergantungan
             d. Sedih dan kecewa
             e. Kesepian
3. Kebutuhan Sosial
             a. Aktifitas yang bermanfaat
             b. Kesulitan menyesuaikan diri
             c. Kesulitan berhubungan dengan orang lain
             d. Bersosialisasi dengan sesama lansia
             e. Kunjungan keluarga
             f. Rekreasi/hiburan (di dalam dan di luar panti)
             g. Mengikuti pendidikan usia ketiga
             h. Tabungan/simpanan bagi lansia yang berpenghasilan
4. Kebutuhan Spiritual
             a. Bimbingan kerohanian
             b. Akhir hayat yang bermartabat

Pembinaan Kesehatan Lansia di Panti

Tujuan
Tujuan pembinaan kesehatan lansia dip anti meliputi tujuan umum dan khusus.

Tujuan Umum
Meningkatnya derajat kesehatan dan mutu kehidupan lansia dipanti agar mereka dapat hidup layak.

Tujuan khusus
1.   Meningkatnya pembinaan dan pelayanan kesehatan lansia dip anti, baik oleh petugas kesehatan maupun petugas panti.
2.   Meningkatnya kesadaran dan kemampuan lansia khususnya yang tinggal dipanti dalam memelihara kesehatan diri sendiri.
3.   Meningkatnya peran serta keluarga dan masyarakat dalam upaya pemeliharaan kesehatan lansia dipanti.

Sasaran

Sasaran Umum
1.   Pengelola dan petugas penghuni panti
2.   Keluarga lansia
3.   Masyarakat luas
4.   Instansi dan organisasi terkait

Sasaran Khusus
      Lansia penghuni panti

Kegiatan

Pelaksanaan kegiatan pembinaan kesehatan lansia dilakukan melalui upaya promotif, preventif, kuratif dan rehabilitative.

1.   Upaya promotif
      Upaya untuk menggairahkan semangat hidup dan meningkatkan derajat kesehatan lansia agar tetap berguna, baik bagi dirinya, keluarga, maupun masyarakat.

      Kegiatan tersebut dapat berupa:
             a. Penyuluhan/demonstrasi dan/atau pelatihan bagi petugas panti mengenai hal-hal berikut ini:
                1. Masalah gizi dan diet
                2. Perawatan dasar kesehatan
                3. Keperawatan kasus darurat
                4. Mengenal kasus gangguan jiwa
                5. Olahraga
                6. Teknik-teknik berkomunikasi
                7. Bimbingan rohani
             b. Sarasehan, pembinaan mental dan ceramah keagamaan,
             c. Pembinaan dan pengembangan kegemaran pada lansia di panti
             d. Rekreasi
             e. Kegiatan lomba antar lansia di dalam panti atau antar panti
                      f. Penyebarluasan informasi tentang kesehatan lansia di panti maupun masyarakat luas melalui  berbagai macam media.

2.  Upaya preventif
Upaya pencegahan terhadap kemungkinan terjadinya penyakit-penyakit yang disebabkan oleh proses penuaan dan komplikasinya.
        
      Kegiatannya dapat berupa kegiatan berikut ini:
a.       Pemeriksaan berkala yang dapat dilakukan dip anti oleh petugas kesehatan yang datang ke panti secara periodik atau di puskesmas dengan menggunakan KMS lansia.
b.      Penjaringan penyakit pada lansia, baik oleh petugas kesehatan di puskesmas maupun petugas panti yang telah dilatih dalam pemeliharaan kesehatan lansia.
c.       Pemantauan kesehatan oleh dirinya sendiri dengan bantuan petugas panti yang menggunakan buku catatan pribadi.
d.      Melakukan olahraga secara teratur sesuai dengan kemampuan dan kondisi masing-masing.
e.      Mengelola diet dan makanan lansia penghuni panti sesuai dengan kondisi kesehatannya masing-masing.
f.        Meningkatkan ketakwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa.
g.       Mengembangkan kegemarannya agar dapat mengisi waktu dan tetap produktif.
h.      Melakukan orientasi realita, yaitu upaya pengenalan terhadap lingkungan sekelilingnya agar lansia dapat lebih mampu mengadakan hubungan dan pembatasan terhadap waktu, tempat, dan orang secara optimal.

3.  Upaya kuratif
      Upaya pengobatan bagi lansia oleh petugas kesehatan atau petugas panti terlatih sesuai kebutuhan.

      Kegiatan ini dapat berupa hal-hal berikut ini:
a.    Pelayanan kesehatan dasar di panti oleh petugas kesehatan atau petugas panti yang telah dilatih melalui bimbingan dan pengawasan petugas kesehatan/puskesmas.
b.    Pengobatan jalan di puskesmas.
c.     Perawatan dietetic.
d.    Perawatan kesehatan jiwa.
e.    Perawatan kesehatan gigi dan mulut.
f.     Perawatan kesehatan mata.
g.    Perawatan kesehatan melalui kegiatan di puskesmas.
h.    Rujukan ke rumah sakit, dokter spesialis, atau ahli kesehatan yang diperlukan.

4.  Upaya rehabilitative
      Upaya untuk mempertahankan fungsi organ seoptimal mungkin.
                Kegiatn ini dapat berupa rehabilitasi mental, vokasional (keterampilan/kejuruan), dan kegiatan fisik.
Kegiatan ini dilakukan oleh petugas kesehatan, petugas panti yang telah dilatih dan berada dalam pengawasan dokter, atau ahlinya (perawat).
Pakar psikologi Dr. Parwati Soepangat, M.A. menjelaskan bahwa para lansia yang dititipkan dip anti pada dasarnya memiliki sisi negative dan positif. Diamati dari sisi positif, lingkungan panti dapat memberikan kesenangan bagi lansia. Sosialisasi di lingkungan yang memiliki tingkat usia sebaya akan menjadi hiburan tersendiri, sehingga kebersamaan ini dapat mengubur kesepian yang biasanya mereka alami.
Akan tetapi, jauh di lubuk hati mereka merasa nyaman berada di dekat keluarganya. Negara Indonesia yang masih menjunjung  tinggi kekeluargaan, tinggal dip anti merupakan sesuatu hal yang tidak natural lagi, apapun alasannya. Tinggal di rumah masih jauh lebih baik daripada dip anti.
Pada saat orang tua terpisah dari anak serta cucunya, maka muncul perasaan tidak berguna (usless) dan kesepian. Padahal mereka yang sudah tua masih mampu mengaktualisasikan potensinya secara optimal. Jika lansia dapat mempertahankan pola hidup serta cara dia memandang suatu makna kehidupan, maka sampai ajal menjemput mereka masih dapat berbuat banyak bagi kepentingan semua orang.
10 kebutuhan lansia (10 needs of the elderly) menurut Darmojo (2001) adalah sebagai berikut:
1.       Makanan cukup dan sehat (healty food)
2.       Pakaian dan kelengkapannya (cloth and common accessories)
3.       Perumahan/tempat tinggal/tempat berteduh (home, place to stay)
4.       Perawatan dan pengawasan kesehatan (health care and facilities)
5.       Bantuan teknis praktis sehari-hari/bantuan hukum (technical, judicial assistance)
6.       Transportasi umum (facilities for public transportations)
7.       Kunjungan/teman bicara/informasi (visits, companies, informations)
8.       Rekreasi dan hiburan sehat lainnya (recreational activities, picnic)
9.       Rasa aman dan tentram (safety feeling)
10.   Bantuan alat-alat pancaindra (other assistance/aids). Kesinambungan bantuan dana dan fasilitas (continuation of subside and facilities)

 



B.     KONSEP LANSIA
Pengertian lansia
Usia lanjut dikatan sebagi tahap akhir perkembangan pada daur kehidupan manusia (budi anna keliat,1999). Sedangakan menurut pasal 1 ayat (1), (3), (4) UU Tahun 1998 tentang kesehatan dikatakan bahwa usia lanjut adalah seseorang yang telah mencapai usia lebih dari 60 tahun.
Klasifikasi lansia
1.      Pralansia(prasenilis)
Seseorang yang berusia antara 45-59 tahun.
2.      Lansia
Seseorang yang berusia 60 tahun atau lebih.
3.      Lansia resiko tinggi
Seseorang yang berusia 70 tahun atau lebih/seseorang yang berusia 60 tahun atau lebih dengan masalah kesehatan (DEPKES RI, 2003).
4.      Lansia potensial
Lansia yang manpu melakukan pekerjaan dan atau kegiatan yang dapat menghasilkan barang/jasa (DEPKES RI, 2003).
5.      Lansia tidak potensial
6.      Lansia yang tidak berdaya mencari nafkah, sehingga hidupnya bergantung pada bantuan orang lain (DEPKES RI, 2003).
Karakteristik lansia
           Menurut Budi Anna Keliat (1999), lansia memiliki karakteristik sebagai berikut.
1.      Berusia lebih dari 60 tahun.
2.      Kebutuhan dan masalah bervariasi dari rentang sehat sampai sakit, dari kebutuhan biopsikososial smapi spiritual, serta dari kondisi adaptif hingga kondisi maladaptif.
3.      Lingkungan tempat tinggal yang bervariasi.

Tipe lansia
           Tipe-tipe lansia dapat di jabarkan sebagai berikut (Nugroho 2000)
1.      Tipe arif bijaksana
Kaya dengan hikmah, pengalaman, penyesuaian diri dengan perubahan zaman, memepunyai kesibukan, bersikap ramah, rendah hati, sederhana,dermawan, memenuhi undangan,dan menjadi panutan.
2.      Tipe mandiri
Mengganti kegiatan yang hilang denagn yang baru, selektif dalam mencari pekerjaan, bergaul dengan teman,dan memenuhi undangan.
3.      Tipe tidak puas
Konflik lahir batin menentang proses penuaansehingga menjadi pemarah, tidak sabar, mudah tersinggung, sulit dilayani, pengkritik, dan banyak menuntut.
4.      Tipe pasrah
5.      Tipe bingung
Kaget, kehilangan kepribadian, mengasingkan diri,minder,menyesal, pasif, dan acuh tak acuh.


Hal-hal yang Perlu Diperhatikan Lansia

Berikut ini adalah hal-hal yang harus diperhatikan oleh lansia berkaitan dengan perilaku yang baik (adaptif) dan tidak baik (maladaptif).
1.      Perilaku yang kurang baik
      a. Kurang berserah diri
b. Pemarah, merasa tidak puas, murung, dan putus asa
c. Sering menyendiri
d. Kurang melakukan aktivitas fisik/olahraga/kurang gerak
e. Makan tidak teratur dan kurang minum
f.  Kebiasaan merokok dan meminum minuman keras
g. Minum obat penenang dan penghilang rasa sakit tanpa aturan
h. Melakukan kegiatan yang melebihi kemampuan
i.  Menganggap kehidupan seks tidak diperlukan lagi
j.  Tidak memeriksakan kesehatan secara teratur
2.      Perilaku yang baik
a.  Mendekatkan diri pada Tuhan Yang Maha Esa
b. Mau menerima keadaan, sabar dan optimis, serta meningkatkan rasa percaya diri dengan melakukan kegiatan yang sesuai dengan kemampuan.
c.  Menjalin hubungan yang baik dengan keluarga dan masyarakat
d.       Melakukan olahraga ringan setiap hari
e.  Makan dengan porsi sedikit tetapi sering, memilih makanan yang sesuai, serta    banyak minum
f.  Berhenti merokok dan meminum minuman keras
g. Minumlah obat sesuai anjuran dokter/petugas kesehatan
h. Mengembangkan hobi sesuai kemampuan
i.   Tetap bergairah dan memelihara kehidupan seks
j.   Memeriksakan kesehatan secara teratur
3.      Manfaat perilaku yang baik
a. Lebih takwa dan tenang
b.Tetap ceria dan banyak mengisi waktu luang
c. Keberdayaannya tetap diakui oleh keluarga dan masyarakat
d.                                                                  Terhindar dari kegemukan dan kekurusan serta penyakit berbahaya seperti jantung, paru-paru, diabetes, kanker, dan lain-lain
e. Mencegah keracunan obat dan efek samping lainnya
f. Mengurangi stress dan kecemasan
g.Hubungan harmonis tetap terpelihara
h.Gangguan kesehatan dapat diketahui dan diatasi sedini mungkin

Sifat Penyakit pada Lansia

Beberapa sifat penyakit pada lansia yang membedakannya dengan penyakit pada orang dewasa seperti yang dijelaskan berikut ini

1.      Penyebab penyakit
Penyebab penyakit pada lansia pada umumnya berasal dari dalam tubuh (endogen), sedangkan pada orang dewasa berasal dari luar tubuh (eksogen). Hal ini disebabkan karena pada lansia telah terjadi penurunan fungsi dari berbagai organ-organ tubuh akibat kerusakab sel-sel karena proses menua, sehingga produksi hormon, enzim, dan zat-zat yang diperlukan untuk kekebalan tubuh menjadi berkurang. Dengan demikian, lansia akan lebih mudah terkena infeksi. Sering pula, penyakit lebih dari satu jenis (multipatologi), dimana satu sama lain dapat berdiri sendiri maupun saling berkaitan dan memperberat.

2.      Gejala penyakit sering tidak khas/tidak jelas
Misalnya, penyakit infeksi paru (pneumonia) sering kali didapati demam tinggi dan batuk darah, gejala terlihat ringan padahal penyakit sebenarnya cukup serius, sehingga penderita menganggap penyakitnya tidak berat dan tidak perlu berobat.

3.      Memerlukan lebih banyak obat (polifarmasi)
Akibat banyaknya penyakit pada lansia, maka dalam pengobatannya memerlukan obat beranekaragam dibandingkan dengan orang dewasa. Selain itu, perlu diketahui bahwa fungsi organ-organ vital tubuh seperti hati dan ginjal yang berperan dalam mengolahobat-obat yang masuk ke dalam tubuh telah berkurang. Hail ini menyebabkan kemungkinan besar obat tersebut akan menumpuk dalam tubuh dan  terjadi keracunan obat dengan segala komplikasinya jika diberikan dengan dosis yang sama dengan orang dewasa. Oleh karena itu, dosis obat perlu dikurangi pada lansia. Efek samping obat sering pula terjadi pada lansia yang menyebabkan timbulnya penyakit-penyakit baru akibat pemberian obat tadi (iatrigenik), misalnya poliuri/sering BAK akibat pemakaian obat diuretic (obat untuk meningkatkan pengeluaran air seni), dapat terjatuh akibat penggunaan obat-obat penurunan tekanan darah, penenang, antidepresi, dan lain-lain. Efek sampng obat pada lansia biasanya terjadi karena diagnosis yang tidak tepat , ketidakpatuhan meminum obat, serta penggunaan obat yang berlebihan dan berulang-ulang dalam waktu yang lama.

4        Sering mengalami gangguan jiwa
Pada lansia yang telah lama menderita sakit sering mengalami tekanan jiwa (depresi). Oleh karena itu, dalam pengobatannya tidak hanya gangguan fisiknya saja yang diobati, tetapi juga gangguan jiwanya yang justru sering tersembunyi gejalanya. Jika yang mengobatinya tidak teliti akan mempersulit penyembuhan penyakitnya.

 


C.     MANAJEMENT STRESS
Apa itu stress? Stress tidak lain dari suatu ancaman nyata atau dirasakan yang tertuju pada kondisi sik, emosi, dan sosial seseorang. Kesemuanya dapat menimbulkan stress. Telah banyak teori yang diajukan tentang stress ini, namun yang mengaitkannya  dengan lansia dan penuaan hampir tidak ada (miller, 1995). Pengertian tentang stress perlu dikaitkan dengan koping. Jadi ringkasnya, bahwa:
1. Stress adalah kejadian eksternal serta situasi lingkungan yang membebani kemampuan adaptasi individu, terutama berupa beban emosional dan kejiwaan; sedangkan
2. Koping adalah cara berfikir dan bereaksi yang ditujukan untuk mengatasi beban atau transaksi yang menyakitkan itu (stressor). Pembaca dapat merujuk pada teori-teori tentang stress antara lain sindrom adaptasi umum menurut selye (1956) serta jumlah pakar terkemuka mengenai stress ini. Berikut ini disajikan factor-faktor yang mempengaruhi koping pada lansia.


Table 1
Factor-faktor yang mempengaruhi koping lansia
faktor-faktor yang mempengaruhi koping pada lansia

Pengaruh dari berbagai pengalaman hidup beserta koping.
·         Berbagai orang mamaknai pengalaman hidupnya secara unik
·         Fakor waktu cukup berpengaruh, khususnya bila berbagai kejadianmenimpa dalam selang waktu yang singkat
·         Bila suatu kejadian yang menimpa itu tidak diantisipasi sebelumnya



·         Pengalaman pahit yang dialami sehari-hari memerlukan koping yang lebih besar ketimbang koping untuk suatu tragedy


Sumber-sumber koping:
·         Bagi dewasa adalah aset/harta milik lansia
·         Dukungan sosial merupakan penangkal terhadap stress
Gaya koping:

·         Hal ini lebih dipengaruhi oleh lsegi usia/kematangan
·         Gaya koping yang pasif, yaitu yang lebih berfokus pada emosi dikatakan cukup efektif terhadap kejadian-kejadian yang tak mungkin lagi di ubah
·         Gaya koping yang aktif, yaitu yang lebih berfokus pada masalah dikatakan cukup efektif terhadap kejadian-kejadian yang masihdapat di ubah
·         Menurut banyak kalangan bahwa segi keagamaan dan aktivitas tertentu merupakan perilaku yang efektif
·         Aktifitas yang bersifat menarik perhatian sangat membantu


Dalam penghujung usia, seseorang tentu saja telah mengalami kejadian-kejadian dengan resiko stroke yang tinggi, misalnya: penyakit akut atau kronis, pension, kematian kerabat, kesulitan keuangan atau perpindahan tempat domisili (lansia yang akan dimasukkan ke panti), serta masih banyak lagi. Walaupun mereka penyebab stress cukup beragam, namun dampak siologis pada umumnya berupa, yaitu dalam benyuk rangsangan saraf simpatis yang menyebabkan dikeluarkannya hormone-hormon dengan segenap akibat yang ditimbulkannya.
Stress yang berlangsung secara berkepanjangan bisa berakibat serius, termasuk kemungkinan munculnya penyakit jantung, hipertensi, stroke, penyakit kanker, penyakit maag, sanpai pada kemungkinan penyakit kulit serta berbagai komplikasi lain, termasuk masalah sosial dan emosional, caranya seseorang lansia beradaptasi terhadap stress sangat dipengaruhi oleh tipe kepribadian serta strategi penyesuaian (koping) yang telah digunakan sepanjang hidupnya. Mencari teman serta menjaga persahabatan merupakan bentuk strategi yang penting. Persahabatan dapat member dukungan bagi lansia, terutama disaat stress meningkatkan rasa percaya diri untuk mengatasi kesulitan yang dihadapi. Klien lansia harus diberanikan agar berespon terhadap stress dengan cara yang sehat. Salain itu perlu menjaga keseimbangan nutrisi, istirahat yang cukup, serta exercise. Juga dapat dipertimbangkan terapi relaksasi, sebagai contoh di Negara maju tak jarang orang melakukan yoga, meditasi, layihan relaksasi sampai pada melibatkan diri dalam berbagai aktivitas yang terkait dengan upaya mengatasi stress.
            Akhirnya, pada table 2 adalah strategi koping  yang dapat di ikhtiarkan terhadap aneka tantangan yang dihadapi lansia.

Table 2
Strategi koping yang digunakan
Penyesuaian psikososial
Strategi koping
·         Stereoptip lansia


·         Pension




·         Pengurangan pendapatan


·         Kemunduran kesehatan


·         Keterbatasan fungsional (aktivitas sehari-hari)

·         Kemunduran kognitif



·         Kematian anggota keliarga



·         Perpindahan hunian


·         Tantangan kejiwaan lainnya
·         Peril dipertimbangkan identitas diri yang kuat percaya diri)

·         Kembangkan keterampilan baru, gunakan waktu luang, berperan aktif dalam kegiatan-kegiatan yang bermakana

·         Manfaatkan fasilitas discount yang tersedia

·         Gaya hidup sehat(gizi, olahraga, dan istirahat secukupnya)

·         Penyesuaian diri terhadap longkungan dan jika perlu menggunakan alat bantu

·         Memanfaatkan peluang pendidikan seperti grup diskusi, perpustakaan, dan hal-hal lain yang kreatif

·         Boleh larut dalam kesedihan secukupnya, bila perlu  memanfaatkan konseling, bina keakraban yang baru

·         Di Negara maju, bagi para lansia tersedia berbagai pilihan hunian

·         Pertahankan selera humor, gunakan teknik penghilanh stress, dan berpartisipasi dalam aktivitas kelompok.

Sumber: Miller 1995

D.     KONSEP ABSESIF KOMPULSIF
Waspadai jika anda cenderung mengulang kata, gerakan,kelakuan atau kesenangan tertentu. Jangan sampai kecenderungan ini  menjadi suatu obsesi seperti Putri Caroline yang pernah botak karena mencabuti rambutnya sendiri.
Obsesif Kompulsif
 Prevalensi seumur hidup gangguan obsesif-kompulsif pada populasi umum diperkirakan adalah 2-3 persen.  
OBSESIF adalah pikiran, perasaan, ide yang berulang, tidak bisa dihilangkan dan tidak dikehendaki.
KOMPULSIF adalah tingkah-laku yang berulang, tidak bisa dihilangkan dan tidak dikehendaki.
Kedengarannya memang aneh, rambut kok di tarik tarik  Mengapa ada orang yang suka cuci tangan padahal tangannya masih bersih., menimbun barang-barang kesenangan, padahal di rumahnya sudah tak ada tempat. Bahkan ada yang tidak bisa tidur  jika tidak berhasil mengetahui nama setiap orang yang lewat di depan rumahnya? Tingkah laku ritual yang muncul berulang ulang di sebut gangguan obsesif kompulsif.
Lalu apa yg sebenarnya mereka rasakan  sehingga mereka melakukannya  secara berulang-ulang? Menurut dokter Irmansayah, psikiater dari RSCM, Jakarta. “ Seperti halnya halusinasi, orang lain tak akan bisa memahami mengapa seseorang  merasa harus mencuci tangannya hingga berkali-kali. Karena begitulah otak mereka “menyuruh”nya. Mereka akan melakukannya. Penderita akan merasa lega setelah  melakukan perintah otak., dan sebaliknya akan merasa semakin cemas jika tidak melakukan obsesinya.”
Kebanyakan orang pasti pernah merasa tidak yakin terhadap apa yg telah di lakukannya, karena itu bukannlah menjadi sesuatu yang janggal jika tiba-tiba kita misalnya, merasa tidak yakin apakah sudah mengunci pintu depan sehingga kita kembali memeriksanya.Tingkah laku yang tampaknya menjadi biasa bisa mnjadi masalah jika seseorang terus menerus merasa tidak yakin sehingga bolak balik melakukan pekerjaan yang sama sampai belasan kali. Mereka tidak kuasa menahannya karena tingkah laku mereka bukan berdasarkan logika. Melainkan karena kecemasan yang tidak lazim Yaitu kecemasan yang di tandai dengan pikiran, dorongan, atau bayangan yang muncul berulang ulang, yang sifatnya sangat intens, menakutkan atau aneh.
Gangguan obsesif kompulsif bisa muncul dalam bentuk ringan, tapi bisa juga berat. Dikatakan ringan karena tingkah laku kompulsifnya hanya muncul saat mengalami stress atau situasi tertentu. Misalnya menjilat bibir, atau memulai kalimat dengan “Ee..” ketika harus berbicara di depan umum. Gangguan dikatakan berat kalau kelakuan yang sama berlangsung selama lebih dari 1 jam setiap harinya. Menggangu rutinitas sehari-hari, atau mengganggu hubungan dengan orang-orang di sekitarnya. Misalnya membuka dan mengunci pintu hingga berkali-kali, mengumpulkan kardus hingga memenuhi rumah, atau terus menerus merapal doa.
Penderita biasanya mengetahui bahwa yang di lakukannya tak masuk akal, tapi pada sisi lain mereka takut bahwa yang ada dalam fikirannya adalah suatu kebenaran. Orang yang terobsesi untuk terus menerus memeriksa pintu, misalnya tahu bahwa tingkah lakunya tidak rasional. Tapi di lain pihak ia takut kalau kecemasanya tersebut merupakan suatu kenyataan yaitu pintu memang belum di kunci. Karena itu, gangguan ini di sebut juga sebagai “ penyakit ragu-ragu”.
Gangguan obsesif kompulsif bisa timbul dalam berbagai reaksi. Bahkan bisa timbul dalam bentuk gaya hidup sehat. Seseorang yang di diagnosa sebagai hipokondria misalnya, mungkin akan melakukan diet rendah lemak dan melakukan senam bagi penderita jantung secara teratur. Penderita orthorexia nervosa , suatu bentuk gangguan makan yang di tandai dengan obsesi terhadap makanan sehat, akan menolak hadir dalam acara-acara sosial hanya karena menghindari makan hidangan yang dianggapnya tidak sehat. Adapun yang bisa mengalaminya menurut statistic rata-rata 2-3 % dari tiap masyarakat menderita gangguan ini dan datang dari berbagai lapisan masyarakat. Perbedaanya terletak pada sumber kecemasannya. Dan menurut salah satu sumber, pencetus dan bentuk gejala di pengaruhi oleh factor lingkungan. Di Mesir misalnya, sebagian besar penderita takut kalau tidak menjalankan perintah agama dengan benar sehingga mereka secara kompulsif melakukan shalat. Sebagian penderita di kota-kota besar  mengalami ketakutan terhadap kuman sehingga terdorong untuk cuci tangan secara impulsif.
Namun anak anak tidak dapat didiagnosa menderita gangguan kompulsif karena mereka belum bisa membedakan hal yang rasional dan tidak rasional.
BENTUK GANGGUAN YAN SERING TERJADI :
·                  Membersihkan atau mencuci tangan
·                  Memeriksa atau mengecek
·                  Menyusun
·                  Mengkoleksi atau menimbun barang
·                  Menghitung atau mengulang pikiran yang selalu muncul (obsesif)
·                  Takut terkontaminasi penyakit/kuman
·                  Takut membahayakan orang lain
·                  Takut salah
·                  Takut dianggap tidak sopan
·                  Perlu ketepatan atau simetri
·                  Bingung atau keraguan yang berlebihan.
Walaupun tampaknya menyeramkan , gangguan obsesif kompulsive bisa di atasi.  enggunakan obat-obatan yang berfungsi menekan impuls dan menghilangkan kecemasan, di tunjang terapi kognitif behavior untuk melawan hal-hal yang di pikirkan dan belajar mengendalikan tingkah laku. Serta lingkungan yang mendukung, menurut  dr.  rmansayahpenderita mempunyai peluang yang besar untuk sembuh.
Dengan  berbagai pendekatan yang komprehensif, menurut dr. Irmansayah, lebih dari 90%  pasien bisa sembuh dan hidup normal. Pasien yang gagal sembuh biasanya juga menderita  gangguan jiwa lainnya, misalnya skizofrenia.
PEDOMAN DIAGNOSIS
= Pikiran,impuls,yangberulang
= Perilaku yang berulang
= Menyadari bahwa obsesif-kompulsif adalah berlebihan atau tidak beralasan
= Obsesif-kompulsif menyebabkan penderitaan 
= Tidak disebabkan oleh suatu zat atau kondisi medis umum.  

DIAGNOSIS BANDING
Kondisi fisik  
- Gangguan neurologis (epilepsi lobul temporalis, komplikasi trauma, dsb)
Kondisi  psikiatrik
- Skizofrenia, gangguan kepribadian obsesif-kompulsif, fobia, gangguan depresif.

 
Asuhan keperawatan lansia dengan gangguan obsesif-komulsif
          Gangguan obsesif-kompulsif ditandai dengan melakukan tindakan atau kebiasaan secara berulang-ulang, seperti mencuci tangan, membersihkan rumah, memeriksa pintu pagar, dan membuet daftar, yang dapat dimulai pada semua tahapan usia dewasa. Individu yang menderita gangguan obsesif-kompulsif dapat memiliki kepribadian yang kaku dan bersikeras melakukan tugas sehari hari dengan cara yang sama. Perilaku kaku ini, yang biasanya berkembang seiring usia, dapat diperburuk jika individu tersebut mengalami sebuah peristiwa yang menimbulkan stress berat.
          Individu yang menderita gangguan obsesif-kompulsif melakukan kebiasaan tersebut bukan sebagai sebuah kebutuhan untuk mengendalikan diri dan melaksanakan program namun sebagai cara mengatasi kecemasan. Jika ia dihalangi dari melakukan pola aktivitas kebiasaannya, ia dapat menjadi cemas atau mengalami agitasi. Setiap perubahan lingkungan (seperti pindah ke panti Werdha atau mendapat kunjungan dari orang asing di lingkungan perawatan di rumah pasien) dapat memicu perlunya pengobatan.
          Gangguan obsesif kompulsif biasanya merupakan penyakit kronis disertai remisi dan ledakan emosi. Bentuk ringan gangguan ini secara relative biasa terjadi di masyarakat umum.
a)          Tanda dan gejala
1)  melakukan tindakan atau kebiasaan secara berulang-ulang (pada lansia umumnya dimanifestasikan dengan ketakutan terhadap kematian dan obsesi terhadap fungsi tubuh).
2)  Meragukan diri sendiri, bimbang dan ambivalensi.
b)          Pemerikasaan diagnostic
Diagnosis gangguan obseseif-kompulsif ditegakkan jika tanda dan gejala pasien memenuhi criteria yang ditetapkan dalam American psysikiatric association’s Diagnostic and Statistical Manual of mental Disorder, edisi ke empat.
c)          Penanganan
Konseling membnatu pasien mengatasi kecemasanyang berhubungan dengan gangguan ini. Klomiparamina adalah antidepresan trisiklik yang biasa digunakan untuk mnegobati obseseif-kompulsif. Fluvoksamina, inhinitor ambilan ulang serotonin yang selektif (selektif serotonin reuptake inhibitor,SSRI), juga disetujui untuk mengobati gangguan obsesif-kompulsif, meskipun sebagian besar SSRI seharusnya efektif. Fluoktesin, setralin, dan paroksetin adalah SSRI yang umum di resepkan. Efek SSRI akan terlihat dalam waktu 5 sampai 10 minggu. Penanganan lain mencakup teknik relaksasi, seperti imajinasi dan meditasi.


kewaspadaan obat jika dokter meresepkan klomiparamian untuk pasie anda,sangat waspadai masalah jantung dan halusinasi.





Diagnosis keperawatan utama dan kriteria hasil
Gangguan proses pikir yang berhubungan dengan pemikiran dan tindakan yang di ulang-ulang.
Kriteria hasil tindakan:pasian akan engalami proses pikir yang lebih terkontrol.

Ansietas yang berhibingan dengan kehilangan kendali terhadap tindakan
Kriteria hasil tindakan: pasien akan mengungkapkan perbedaan ketegangan dan pengendalian terhadap perasaan ketidakberdayaan.

Intervensi keperawatan
·   Identifikasi tindakan yang merupakan tindakan obsesif-kompulsif.
·   Selidiki keterampilan koping yang digunakan untuk kondisi kecemasan lainnya.
·   Berikan obat yang diresepkan dan pantau keefektifan obat tersebut.
·   Ikuti regimen pengobatan yang diprogramkan oleh pemberi perawatan kesehatan pasien.
·   Libatkan anggota keluarga pasien dalam rencana pengobatan sehingga mereka dapat membantu pasien mengendalikan tindakannya.
Penyuluhan pasien
§ Ajarkan pasien dan anggota keluargannya mengenai penyakitnya dan pentingnya mengikuti rencana pengobatan yang di programkan.
§ Ajarkan pasien mengenai pentingnya mengidentifikasi mekanisme koping alternative untuk menggantikan perilaku kompulsif pada waktu kecemasan muncul.




Daftar pustaka:
·   Strockslager, Jaime L. dan Liz Schaeffer. 2008. ASUHAN KEPERAWATAN GERIATRIK. Edisi ke-2. Jakarta:EGC
·   Maryam, R Siti.et al. 2008. MENGENAL USIA LANJUT DAN PERAWATANNYA. Jakarta:salemba medika
·   Nugroho, wahyudi. 2008. KEPERAWATAN GERONTIK & GERIATRIK. Jakarta: EGC
·   Pudjiastuti, Sri Ssurini dan Budi Utomo. 2003. FISIOTERAPI PADA LANSIA. Jakarta: EGC
·   Tamher, S. dan noorkasiani. 2009. KESEHATAN USIA LANJUT DENGAN PENDEKATAN ASUHAN KEPERAWATAN. Jakarta: salemba medika
·   Majalah Nirmala

Komentar

Postingan populer dari blog ini

contoh kasus asuhan keperawatan dengan pasien gangguan kebutuhan cairan dan elektrolit

KATETERISASI

PRE TEST ANATOMI SISTEM KAKRDIOVASKULER kelas X Asisten Keperawatan