STANDAR ASUHAN KEPERAWATAN TRAUMA KEPALA
DEFINISI :
Trauma kepala adalah cedera pada kepala
PATOFISIOLOGI :
Tengkorak dan jaringan kulit sebagai pelindung jaringan otak mempunyai daya stabilitas dan daya serap tekanan untuk mengatasi trauma apabila dipukul atau terbentur benda tumpul. Namun pada tempat benturan, beberapa mili detik akan terjadi depresi maksimal diikuti isolasi. Trauma pada kepala dapat menyebabkan fraktur pada tengkorak dan trauma jaringan lunak/otak atau kulit seperti kontusio/ memar otak, edema otak, perdarahan atau laserasi, dengan derajat yang bervariasi, tergantung pada daerah trauma. Salah satu manifestasi kerusakan otak akibat trauma kepala adalah gangguan kesadaran.
Disamping itu cedera tersebut mengundang komplikasi-komplikasi:
Edema otak yang pada gilirannya menyebabkan pergeseran otak dan herniasi.
Tekanan intrakranial yanh sangat tinggi hingga berakibat pengurangan aliran darah otak.
Hematoma subdural dan hematoma dalam parenkim otak juga berakibat pergeseran otak yang terjadi.
Macam-macam trauma kepala:
1. Commotio cerebri (gagar otak)
Gangguan fungsi otak akibat trauma/ akselerasi-deselerasi kepala.
2. Contusio cerebri (memar otak)
Cedera otak berupa perdarahan- perdarahan kecil, edema dan nekrosis dalam jaringan otak. Bila membran pia-glia terobek disebut Laserasio Cerebri.
PENATALAKSANAAN :
dalam penatalaksanaan dipakai gradasi ringan, sedang berat sebagai berikut:
Grade Derajat GCS Kriteria
I Ringan 14-15 Hilang kesadaran sekejap pada pemeriksaan sadar tanpa gejala neurologis
II Sedang 09-13 Hilang kesadaran sementara. Tidak sadar
III Berat 04-09 Saat diperiksa tidak dapat mengikuti perintah. Respon verbal tidak tepat
IV Mati otak <3 Tidak ada tanda fungsi otak
Di kamar berat/ UGD dilakukan:
Pemeriksaan dan seleksi penderita
Penanganan dan pemulihan stabilitas fungsi vital.
Perawatan luka dan lain yang diperlukan.
Penderita yang tidak sadar, tanpa gejala neurologis serta tanpa faktor resiko lain dapat diobservasi di UGD dan dipulangkan dengan nasehat bila ada penurunan kesadaran.
Di ruang perawatan:
1. Lanjutkan observasi
2. Optimalisasi, stabilisasi dan pengendalian faal vital.
3. Sirkulasi: infus, cairan disesuaikan menurut kebutuhan, tidak over hidrasi.
4. Pernafasan: menghisap sekret, darah, muntahan dan penakaian respirator menurut indikasi.
5. Nutrisi: lewat pipa lambung atau oral menurut keadaan penderita.
6. Cairan hypertonik digunakan menurut kebutuhan/ indikasi.
PENGKAJIAN:
a. Data subyektif:
Sesak nafas
Nyeri dada bila bernafas
Nyeri kepala
Mual/ muntah
Sulit kencing
b. Data obyektif:
Suara nafas tambahan (whessing dan ronkhi)
Stridor/ ngorok
Pemeriksaan neurologis (pupil dan reflek kornea)
Tensi/ nadi/ suhu
Hemiplegi/ kejang
GCS menurun
Bising usus
c. Data laboratorium:
Evaluasi hasil elektrolit dan BJ plasma
Leukositosis
UL dan DL
d. Data penunjang: pemeriksaan radiologi
DIAGNOSA, TUJUAN, KRITERIA HASIL, DAN RENCANA TINDAKAN
1. Perubahan pola nafas sehubungan dengan adanya muntah dan lendir.
Tujuan: pola nafas kembali normal
Kriteria hasil:
Pernafasan teratur
Pernafasan 28-30x/menit
Rencana tindakan:
a. Atur posisi yang benar
b. Bersihkan mulut dan hisap lendir dengan hati-hati
c. Lakukan fisioterapi nafas sesuai dengan keadaan umum penderita
d. Observasi adanya tanda-tanda aspirasi
2. Gangguan sirkulasi darah sehubungan dengan aliran O2 ke otak terganggu.
Tujuan: sirkulasi darah ke otak terpenuhi
Kriteria hasil:
Perfusi perifer normal
Turgor kulit elastis
Produksi urine 100 cc/ 3 jam
Elektrolit dan berat jenis plasma normal
Rencana tindakan:
Berikan cairan sesuai program
Catat intake dan output cairan
Observasi produksi urine
Observasi tanda-tanda dehidrasi
Bila suhu meningkat berikan kompres dingin
3. Gangguan kesadaran sehubungan dengan penekanan batang otak
Tujuan: kesadaran normal
Kriteria hasil:
GCS normal
Pupil isokor
Rencana tindakan:
a. Kurangi manipulasi kepala yang berlebihan
b. Tidurkan kepal 20 derajat dari jantung
c. Jaga ketenangan lingkungan
d. Bebaskan jalan nafas
e. Hindarkan penderita dari batuk
f. Observasi tanda-tanda tekanan intrakranial meningkat, yaitu tensi, nadi, suhu, GCS.
g. Lakukan program terapi dokter.
4. Gangguan pola eliminasi sehubungan dengan gangguan syaraf otonom/ mobilisasi kurang.
Tujuan: eliminasi kembali normal
Kriteria hasil:
Penderita dapat kecing dan BAB sendiri
Pendeita tidak kesakitan pada waktu kencing/ BAB
Rencana tindakan:
a. Minum banyak bila penderita sadar.
b. Cegah infeksi saluran kencing.
c. Ganti kateter tiap 1 minggu.
PELAKSANAAN:
Pelaksanaan tindakan perawatan merupakan implementasi dari rencana tindakan yang telah ditentukan, dengan maksud agar kebutuhan terpenuhi secara optimal. Tindakan keperawatan dapat dilaksanakan sebagian oleh penderita itu sendiri, oleh perawat secara mandiri atau mungkin dapat dilaksanakan dengan bekerjasama antara tim kesehatan lainnya, misalnya ahli gizi dan fisioterapi.
EVALUASI:
Evaluasi merupakan langkah akhir dalam proses perawatan untuk mengetahui hasil dari rencana yang telah ditetapkan sebelumnya dengan menggunakan SOAP.
Komentar